Oleh Dr. drh. Chaidir, MM
KAPOLDA Riau Irjen Herry Heryawan yang akrab disapa Irjen Herimen jadi pahlawan. Kapolda Riau berhasil mempertemukan Gubernur Riau Abdul Wahid dengan Wagub SF Hariyanto yang tak lama setelah mereka dilantik sejak 20 Februari 2025 lalu, dilanda miskomunikasi sehingga menimbulkan disharmonisasi iklim pemerintahan Provinsi Riau; keretakan ini sudah menjadi rahasia umum. Siapapun boleh saja menyebut tidak ada keretakan, mereka baik-baik saja, tapi keretakan itu sudah terlanjur ibarat api dalam sekam, apinya tak kelihatan, asapnya ngepul ke luar; tak ada asap kalau tak ada api.
Disebut oleh media online riau.disway.id dalam beritanya Kamis (30/10/2025), pertemuan Abdul Wahid dengan SF Hariyanto bukan pertemuan biasa. Irjen Herimen secara khusus memprakarsai agenda itu untuk meredam spekulasi publik. “Tidak ada perpecahan, Pak Gubernur dan Pak Wakil Gubernur baik-baik saja. Ini kami bertiga kumpul,” kata Irjen Herimen kepada riau.disway.id. Seperti diunggah oleh Cakaplah.com ketiga tokoh tersebut bahkan sempat video call dengan Ustadz Abdul Somad (UAS). UAS terdengar mendoakan Gubernur dan Wagub Riau agar selalu diberikan keselamatan dalam menjalankan amanah.
Foto salam komando Gubernur Riau Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto bersama Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan kini menjadi simbol baru kebersamaan di Riau dan mendapat berbagai macam respon dari masyarakat; banyak yang menilai positif, tapi juga tidak sedikit yang meragukan. Sebab sebelumnya sudah banyak pemuka-pemuka masyarakat, orang patut-patut di Negeri Lancang Kuning ini mencoba memediasi, tapi gagal. Sebagian pemuka mengambil sikap secara halus menolak untuk menjadi mediator; alasannya, “saye ini siapelah, hidung tak mancung pipi tak akan disorong-sorong”.
Masyarakat Riau yang memiliki akal budi dan peduli serta mendambakan terciptanya pemerintahan yang harmonis, pembangunan daerah berjalan dengan baik dan pelayanan publik terwujud dengan lancar, merasa berhutang budi pada Irjen Herimen. Momen tersebut tidak hanya menandai berakhirnya rumor perpecahan yang merugikan, tetapi juga menjadi sinyal kuat bahwa pemerintahan Provinsi Riau siap kembali ke pangkal jalan, kembali fokus bersatu bersinergi dan berkolaborasi menjalankan agenda pembangunan.
Orang Melayu percaya hubungan yang baik membuat hidup lebih mudah dijalani. Kerjasama mudah dijalin, salah paham dapat teratasi, bahkan konflik pun mudah diselesaikan karena setiap orang bisa mengatakan apa yang sepatutnya dikatakan. Kata dan pesan menjadi lebih ringan dipertukarkan ketika kita melandasi komunikasi dengan melakukan keakraban diri (rapport), penyetaraan diri (leveling), empati dan perilaku lainnya yang diarahkan untuk membangun hubungan emosional yang baik.
Ternyata, kalau mau, rupanya semudah membalik telapak tangan bagi Kapolda mempertemukan pihak yang bertikai, “menjernihkan yang keruh”, “membelokkan perahu yang tertumbuk”, sesuatu yang belum berhasil dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat Melayu di negeri Melayu ini. Padahal sebagai Kapolda Riau sebenarnya, bukan tupoksinya ‘cawe-cawe’ mencampuri urusan politik pemerintahan daerah apalagi “membelokkan kata yang tertumbuk”. Wilayah tupoksi Kapolda kita pahami secara umum, adalah menjaga kamtibmas dan seluruh ikhtiar yang berkaitan dengan penegakan hukum.
Dalam penegakan hukum misalnya, di tengah masyarakat kita yang bebas terbuka, pihak yang bertikai akan saling serang membuka borok atau jejak digital pihak lawan, saling mempermalukan satu sama lain. Bukankah sebenarnya, buka-bukaan borok tersebut akan memberi informasi awal bagi Aparat Penegak Hukum untuk mengumpulkan bukti-bukti pelanggaran hukum? APH tinggal mengumpulkan dan mengembangkan informasi untuk menjawab berbagai dugaan pelanggaran hukum yang terindikasi dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai, tinggal menangguk ikan yang ngapung di permukaan. APH pasti susah mengorek informasi bila pihak yang bertikai, kompak main mata saling menutupi dan menyembunyikan borok. Maka dalam logika demikian, manajemen konflik dalam batas-batas tertentu diperlukan untuk bekerjanya early warning system.
Sekarang Kapola Irjen Herimen sudah pasang badan dan tampil sebagai pahlawan. Prakarsa tersebut merupakan hal yang sangat baik dan besar manfaatnya bagi Masyarakat Riau, dan tentu baik pula bagi marwah Gubernur Abdul Wahid dan Wakil Gubernur SF Hariyanto. Tetapi bagi yang pasang badan, ini bisa menjadi ‘jebakan batman’, bila misalnya, salam komando itu hanya sebuah gimmick (trik) politik seperti dikhawatirkan oleh beberapa pengamat. Bila ini terjadi, maka jerih payah Irjen Herimen tak ubahnya seperti peribahasa, “arang habis besi binasa”.
Ingat, menurut adat Melayu, siapapun yang menyalahi kesepakatan dianggap melanggar adat dan ia menjadi hina dalam pandangan masyarakatnya.Orangtua-tua mengatakan, “bila bulat mufakat, berat ringan wajib diangkat, siapa ingkar dari mufakat, tanda dirinya tidak beradat.”
Filsafat klasik Tiongkok Wuxia, agaknya menarik: kekuatan sejati bukan untuk menaklukkan, tetapi untuk memahami. “Kenali dirimu kenali lawanmu, maka seratus kali berperang pun tak akan celaka.” Filsafat itu digambarkan dalam film klasik "The Duel" (2000), diperankan Andy Lau dan Ekin Cheng, dua pendekar legendaris God of Sword dan Sword Saint, mereka duel untuk menentukan siapa terhebat; pertarungan penuh kehormatan dan strategi, tetapi pada akhirnya mereka saling menghormati dan mereka menjadi sahabat sejati.
Irjen Herimen bisa memainkan lebih banyak lagi kartu di tangannya untuk berbagai kasus yang terindikasi pidana dalam manajemen pemerintahan, korporasi kehutanan, perkebunan, dan lain-lain di daerah ini, dan sudah viral, tidak hanya mendamaikan dua pendekar itu.***
_(1).jpg)